Pendahuluan

Diare persisten merupakan penyebab penting kematian pada anak di negara berkembang.  Organisasi Kesehatan Dunia mengakui bahwa usaha untuk mengendalikan diare persisten belumlah cukup. Beberapa studi telah dilakukan untuk dapat merumuskan strategi penatalaksanaan dan pengendalian diare persisten.1 Sekitar 10 – 15 % episode diare akut akan menjadi diare persisten yang sering menyebabkan gizi buruk dan meningkatkan kematian.  Diare persisten sebagai penyebab 30 – 50 % kematian karena diare di negara berkembang.2,3

Diare persisten didefinisikan sebagai berlanjutnya episode diare selama 14 hari atau lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri)4. Kejadian ini sering dihubungkan dengan kehilangan berat badan dan infeksi non intestinal5. Diare persisten tidak termasuk diare kronik atau diare berulang seperti penyakit sprue, gluten sensitive enteropathi dan penyakit Blind loop4. Walker-Smith mendefinisikan sebagai diare yang mulai secara akut tetapi bertahan lebih dari 2 minggu setelah onset akut6.

Intestinal worm infection, is still high in Indonesia. It is understood because Indonesia is a developing country with low socioeconomic status, knowledge, environmental and personal hygiene. This can support the spread and infection of worms. The highest prevalence and intensity were found in primary school children. In North Sumatera, the prevalence of 57-90% in 1995 was found in Suka village which is located at 1400 meter above sea level with temperatures between 18-22 oC and humidity of 70%.4 The number of primary school children infected was relatively high (648 persons). The population was 3821 people. Many with low income are predicted to be highly infected by intestinal worms.

Ekstubasi adalah tindakan mengeluarkan pipa endotrakeal dari posisinya. Seringkali klinisi mengalami kesulitan dalam menentukan saat yang tepat untuk melakukan ekstubasi; ekstubasi yang terlalu cepat (prematur) akan menyebabkan kegagalan sehingga pasien memerlukan reintubasi. Ekstubasi yang berlangsung lama akan menyebabkan intubasi yang tidak diperlukan, sehingga kemungkinan dapat terjadi trauma saluran nafas, infeksi nosokomial, dan bertambah lama hari rawat dengan akibat biaya perawatan meningkat.